27 Juli 2008

FOTOGRAFI UNTUK DOKUMENTASI

Oleh: Agus Sulistiyono
Mendokumentasi suatu kejadian atau peristiwa, bukanlah pekerjaan rumit nan njelimet. Itu adalah pekerjaan sederhana yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Tinggal ambil tustel, jepret! Selesai. Atau ambil kamera, sorot… jadilah. Soal hasilnya bagus atau tidak, jangan dulu dipikirkan, yang penting peristiwa itu dapat terabadikan melalui tustel atau kamera. Cukup.
Pada suatu saat nanti, jika kita lihat hasilnya, jangan kecewa jika ternyata hasil jepretan tustel dan sorotan kamera yang kita lakukan ternyata tidak mampu menangkap nuansa kejadian atau peristiwa yang sebenarnya. Untungnya, peristiwa yang kita abadikan tersebut adalah peristiwa yang di dalamnya kita terlibat, baik secara phisik maupun emosional. Sehingga, meskipun hasil jepretan tustel atau sorotan kamera kita buruk, tapi kita masih dapat mengingat kejadian tersebut dengan baik.
Untuk sekedar mendokumentasi kegiatan pribadi, atau keluarga, atau orang-orang terdekat kita, yang konsumsinya untuk, dan hanya untuk, pribadi. Mungkin, itu semua, memadai. Tapi tentunya lain cerita jika dokumentasi ini konsumsinya untuk orang banyak, untuk publik. Pendokumentasian tentu tak bisa dilakukan dengan cara asal-asalan.
Pendokumentasian harus dilakukan dengan cermat. Dengan perencanaan yang apik dan terarah. Sehingga ketika pendokumentasian itu dipublikasikan, orang dengan mudah mengikuti alur kejadian atau peristiwa yang terekam dalam gambar.
Kemudahan orang untuk memahami foto atau gambar yang menampilkan suatu kejadian atau peristiwa, memang tidak bisa tidak, musti didukung oleh skill yang memadai, yang wajib dikuasai oleh fotografer atau kamerawan. Selain itu, penguasaan tools alat fotografi, baik yang manual maupun digital, menjadi poin dan nilai plus tersendiri. Hal tersebut disebabkan oleh hubungan kausalitas yang tak mungkin dipisahkan antara skill dan penguasaan tools. Bagaimana mungkin seorang fotografer dapat melakukan pemotretan dengan maksimal, dengan mengerahkan seluruh skill yang dimilikinya, jika dia tidak menguasai tools dari alat yang dipergunakannya. Sebaliknya, percuma saja memiliki kamera mahal dengan tools yang lengkap dan canggih, namun tidak dapat memanfaatkan dan mengimplementasikannya ke dalam teknik pemotretan.
Sementara itu, skill seorang fotografer akan bertambah dan semakin berkembang apabila penguasaan toolsnya telah memasuki tahap memahami karakter suatu kamera.
Dalam hal ini, terdapat pula hubungan unik antara karakter fotografer dan karakter kamera. Oleh karena itu, apabila seorang fotografer telah menemukan karakter kamera yang sesuai dengan karakter pribadinya, maka dia tidak akan beralih kepada jenis dan merk kamera yang lain. Dia akan setia secara abadi sampai dia menemukan karakter baru yang memperkaya karakter pribadinya secara telak.
Jadi, jangan heran jika seorang fotografer memperlakukan kamera sebagai benda keramat yang sakral dan menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dalam hidupnya. Karena itu, kiranya bisa dimengerti jika sejumlah fotografer dunia menikahi kameranya secara total dan berselingkuh dengan kamera-kamera lain hanya untuk memastikan bahwa kamera yang dinikahinya itu adalah kamera terbaik untuk dirinya. Sementara fotografer lain, menjadikan kamera sebagai istri kedua yang takkan pernah diceraikan.
Di kalangan sebagian komunitas fotografer sendiri terdapat berbagai macam istilah untuk mengetahui kamera apa yang dipergunakan, misalnya dengan pertanyaan seperti ini, “Anda agamanya apa?” Jawabannya mungkin Nikon, Canon,Pentax atau yang lainnya. Hal itu menunjukkan fanatisme fotografer terhadap kamera yang dikuasai dan disenanginya.
Fotografi Untuk Dokumentasi
Penggunaan teknologi fotografi sebagai salah satu cara untuk mendokumentasi suatu kejadian penting sudah berlangsung setidaknya sejak satu setengah abad yang lalu. Teknologi ini menggantikan secara zakelijk para juru gambar cepat yang bekerja dengan pensil dan kertas di tempat-tempat tertentu seperti pengadilan, dewan kota, theater dan lain-lain. Akurasinya menangkap moment yang brilian serta keotentikan hasilnya yang tak terbantahkan, merupakan poin utama kredibilitas fotografi sebagai sumber informasi pada saat itu. Kredibilitas yang tak tertandingi ini kemudian dijadikan sebagai modal utama dan menu yang paling laku bagi sejumlah perusahaan pers yang berkembang di eropa dan amerika. Bahkan hingga sekarang paradigma tersebut belum bergeser secara prinsip. Seiring dengan itu, penggunaan fotografi sebagai alat dokumentasi mulai merambah dan dipergunakan di kalangan pemerintahan dan sejumlah corporate untuk berbagai tujuan. Namun tujuan yang paling umum adalah sebagai pendamping dokumentasi tertulis. Di Indonesia sendiri, khususnya di Jawa Barat, penggunaan fotografi oleh Pemerintah dilakukan kurang lebih sejak tahun 50-an. Hal tersebut dapat dilihat dari koleksi arsip foto yang terdapat di Basipda Prov. Jabar yang jumlahnya mencapai angka ribuan.
Perkembangan Teknologi Fotografi Dari Sisi Kearsipan
Sejak awal perkembangannya, teknologi fotografi memang telah sukses memangkas sebagian prosedur dan mekanisme biaya pendokumentasian. Dan dalam perjalanan perkembangan berikutnya, dia mengarah kepada dan menjadi teknologi yang mudah dipergunakan. Sehingga memotret bukan lagi pekerjaan yang sulit yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu, tapi menjadi mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk anak-anak sekali pun. Karena anda tidak perlu melakukan apa pun selain melihat ke lubang intip untuk membidik objek, kemudian tekan shutter .... Jepret!!! Itu saja. Cukup.
Setelah kurang lebih satu setengah abad teknologi fotografi dikuasai teknologi seluloid, di awal tahun 80-an, mulailah berkembang teknologi digital yang waktu itu masih sangat mahal dan hanya dilakukan oleh segelintir fotografer. Seiring dengan melesatnya perkembangan teknologi hardware komputer yang didukung secara kokoh oleh perkembangan softwarenya juga, maka teknologi digital fotografi yang semula dianggap mahal, secara tiba-tiba menemukan formatnya yang paling pas untuk mengembangkan diri. Baik mengembangkan diri dari segi harga yang murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat, maupun dari segi tools dan feature yang ditawarkan, yang semakin lengkap dan semakin rumit.
Dan perkembangan ini akan terus berlanjut karena digital fotografi telah juga sukses memangkas mekanisme biaya, sama persis seperti pendahulunya yang memangkas biaya juru gambar. Selain pemangkasan biaya untuk pembelian dan pencucian filem, digital fotografi juga mampu memangkas waktu yang diperlukan untuk melihat hasil pemotretan. Bila pada fotografi manual kita harus mencetak filem agar dapat melihat sebagus apa hasil pemotretan yang telah dibuat dan membutuhkan waktu sekurang-kurangnya dua jam, maka pada digital fotografi hanya membutuhkan setengah detik saja untuk melihat hasilnya di LCD. Yang paling menarik dari perkembangan digital fotografi adalah dari segi biaya. Teknologi yang murah dan mudah adalah kunci terbaik untuk membuka pasar seluas-luasnya. Dan bagi para vendor kamera, pasar yang luas berarti keuntungan yang besar dan berlipat-lipat. Suatu kamera dengan teknologi yang mudah digunakan namun harganya murah adalah kamera yang sudah pasti akan memasuki pasar yang luas karena hukum ekonomi, dan itu juga berarti kamera tersebut akan masuk dan merambah ke segala lapisan masyarakat. Apabila ini terjadi, bisa dipastikan akan terjadi semacam ledakan jumlah dokumentasi pribadi, corporate dan lembaga pemerintahan.
Meskipun secara teknologi, digital fotografi telah memberikan sumbangan pada kemurahan biaya dan kemudahan untuk melakukan pendokumentasian, namun dari sisi kearsipan, digital fotografi telah membukakan pintu yang demikian lebar terhadap ambruknya kredibilitas fotografi sebagai bahan bukti otentik.
Hal tersebut terjadi karena kokohnya pengembangan software grafis yang mampu secara telak memanipulasi hasil digital fotografi. Walaupun pada awalnya manipulasi grafis ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas foto, namun perkembangan yang terjadi belakangan, justru manipulasi ini lebih banyak dan lebih sering dipergunakan untuk kepentingan periklanan yang sangat menitikberatkan pada dramatisasi tujuan demi kepentingan jargon yang dijual. Sehingga digital fotografi menjadi objek yang boleh dan bisa dijungkirbalikkan sesuai dengan keinginan tertentu.
Oleh sebab itu, karena sifatnya dan karena keterbukaannya pada manipulasi dan rekayasa, maka dari sisi kearsipan, digital fotografi yang notabene merupakan produk teknologi terbaru, justru berlari melesat demikian jauh ke belakang, mundur ke satu setengah abad yang lalu, di mana kredibilitas dokumentasi sangat ditentukan oleh manusia pembuatnya, bukan oleh alat yang dipergunakan yang memiliki mekanisme penciptaan dokumen yang ajeg.
Manajemen Penciptaan Arsip Elektronik
Melihat rawannya manipulasi pada digital fotografi, maka mekanisme manajemen penciptaan digital fotografi, yang dalam hal ini merupakan sebagian saja dari sejumlah permasalahan arsip elektronik, perlu dibakukan dalam prosedur standar yang tetap agar keaslian dan keotentikan dokumen dapat terjaga.
Dalam praktek pelaksanaannya, prosedur standar tersebut tidak saja harus mampu mengatur keaslian penciptaan, namun juga harus bisa menjaga keotentikan dokumen ketika terjadi peralihan media penyimpanan. Sehingga, meskipun jenis dan merek alat untuk mendokumentasi itu berbeda, namun dengan prosedur standar tersebut, kesemuanya dapat diakomodir dengan tetap mempertahankan keaslian dan keotentikannya, serta menyimpannya dalam media penyimpanan yang mampu bertahan lama.

1 komentar:

jacigadoury mengatakan...

Casino Games - Drmcd
The most thrilling 서산 출장안마 casino game you 포항 출장마사지 can play is here. Our casino games have 나주 출장안마 all the 구미 출장샵 fun of a classic, or a new angle. It's here to play the 구리 출장샵 classics like